
SAMARINDA - Tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kalimantan Timur (Kaltim), membuat khawatir Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kaltim, Agusriansyah Ridwan.
Agusriansyah sapaan akrabnya, mengatakan kondisi ini menunjukkan bahwa pendidikan vokasi yang diharapkan dapat menjadi solusi atas persoalan pengangguran belum sepenuhnya efektif dalam mempersiapkan lulusan untuk memasuki dunia kerja.
Dirinya, menilai bahwa pemerintah daerah (Pemda) perlu segera mengambil langkah konkret untuk meningkatkan kualitas pendidikan vokasi agar benar-benar mampu menjawab kebutuhan dunia industri.
"Dimana, salah satu faktor utama yang telah teridentifikasi adalah kurangnya keterampilan dan kompetensi lulusan SMK yang sesuai dengan standar industri yang berlaku," ungkap Agusriansyah.
Kemudian, dirinya juga mengungkapkan bahwa minimnya fasilitas praktik dan workshop di sekolah menjadi salah satu penghambat bagi lulusan SMK dalam memperoleh keahlian yang memadai untuk memasuki dunia kerja.
"Faktor utama yang menyebabkan lulusan SMK kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan adalah karena kompetensi yang mereka miliki belum sepenuhnya memenuhi standar industri. Banyak sekolah yang tidak memiliki fasilitas praktik yang memadai, sehingga siswa tidak dapat mengasah keterampilan mereka dengan baik," ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga menyebutkan bahwa adanya masalah besar terkait kurangnya koneksi antara sekolah kejuruan dengan dunia industri.
"Yang mana banyak lulusan SMK yang terhambat dalam mencari pekerjaan karena kurangnya keterkaitan antara materi yang diajarkan di sekolah dengan kebutuhan riil yang ada di industri," ujarnya.
Tanpa adanya kerja sama resmi antara institusi pendidikan dan sektor industri, lanjut Agusriansyah, kurikulum yang diajarkan di sekolah tidak dapat sepenuhnya mencerminkan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh perusahaan atau dunia usaha.
"Masalah utamanya adalah kurangnya kerja sama yang konkret antara Dinas Pendidikan dan sektor industri. Seharusnya ada kesepakatan yang jelas mengenai kebutuhan tenaga kerja yang dapat langsung dipenuhi oleh lulusan SMK," tuturnya.
"Dengan adanya perjanjian semacam ini, sekolah bisa lebih fokus untuk menyesuaikan pelatihan sesuai dengan permintaan industri," sambung dia.(*)