
Paperkaltim.id, Jakarta - Dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (29/4), Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas'ud, menyebut Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, sebagai "Gubernur Konten". Pernyataan ini disampaikan Rudy saat menyapa para peserta rapat, termasuk Wakil Menteri Dalam Negeri, Ribka Haluk, dan para gubernur lainnya.
"Yang saya hormati Bu Wamendagri, terima kasih banyak Ibu Wamen, dan seluruh gubernur yang hadir hari ini. Kang Dedi, Gubernur Konten. Mantap nih Kang Dedi," ujar Rudy dalam rapat tersebut.
Julukan "Gubernur Konten" merujuk pada kebiasaan Dedi Mulyadi yang aktif membuat konten di media sosial, seperti YouTube dan Instagram, terkait kegiatan serta isu-isu di Jawa Barat. Salah satu video yang belakangan ini ramai diperbincangkan adalah dialog Dedi dengan seorang remaja dalam kanal YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel.
Menanggapi julukan tersebut, Dedi Mulyadi menyatakan bahwa aktivitasnya membuat konten justru membawa dampak positif, terutama dalam penghematan anggaran belanja iklan. "Alhamdulillah dari konten yang saya miliki itu bisa menurunkan belanja rutin iklan," ujar Dedi. Ia menjelaskan bahwa sebelumnya Pemprov Jabar biasanya mengalokasikan anggaran hingga Rp 50 miliar untuk iklan, namun karena konten yang ia buat kerap viral, biaya tersebut kini bisa ditekan menjadi Rp 3 miliar.
Dedi juga menegaskan bahwa sebutan "Gubernur Konten" dari Rudy Mas'ud bukanlah sindiran, melainkan bentuk pujian. "Itu sebenarnya tujuan awalnya, dia itu ingin memuji saya, jadi tidak ada tujuan untuk memberikan stigma negatif untuk saya. Karena saya tahu beliau sejak dulu, sahabat saya di Partai Golkar," kata Dedi melalui video Reels-nya di Instagram.
Sampai saat ini, Dedi Mulyadi dan Rudy Mas'ud masih bersahabat baik dan saling memberikan dukungan. Dedi menyebut bahwa Rudy Mas'ud memberikan semangat padanya untuk terus mengembangkan pikiran dan gagasan.
Insiden ini menunjukkan dinamika interaksi antar kepala daerah di Indonesia, serta bagaimana penggunaan media sosial oleh pejabat publik dapat memengaruhi persepsi dan efisiensi dalam pemerintahan.